Pertanyaan yang
masih sulit dijawab adalah “mengingat” atau “melupakan”? Saya belum bisa
menemukan jawaban dari pertanyaan tersebut. Jawabannya akan berbeda setiap
orang, dan alasannya akan sebanyak orang yang menjawab pertanyaan tersebut.
Yang pasti kenangan merupakan kisah atau hal yang sudah dijalani. Kenangan
terbentuk dari suatu keputusan kecil yang kita buat. Kita tidak tahu keputusan
tersebut akan menjadikan hidup kita seperti apa, yang jelas kita akan tahu di
masa yang akan datang saat kita lupa keputusan yang telah kita buat dulu.
Hidup kita selalu
dinamis. Walaupun kita diam, tapi waktu akan terus mengajak kita untuk
berjalan. Kenangan terbentuk dari kisah hidup kita yang dijalani. Kisah yang
bermakna akan menjadi kenangan yang tak terlupakan. Kisah hidup ketika kita
bahagia dipuncak ketinggian ataupun saat terjatuh serendah-rendahnya. Berbagi
pengalaman, ketika saya melakukan training di salah satu perusahaan. Dimana ada
kesempatan sharing moment, dan saya ditanya salah satu teman saya, yaitu “Apa pengalaman
pada masa titik terendah dalam hidup Anda?” Saya tidak bisa menjawab pertanyaan
itu dengan jelas.
Kembali ke
topik, mungkin hal yang tersulit adalah melupakan. Karena dari kecil kita
diajarkan untuk mengingat bukan untuk melupakan. Di dunia pendidikan, kita
dituntut untuk menghapal bukan melupakan pelajaran. Inilah menjadi kebiasaan
kita sehingga kita akan sulit melupakan, kita selalu diajarkan untuk berpikir
secara logika dan rasional.
Ketika SD, kita
selalu diberikan soal ujian untuk berpikir. Contoh, Budi ke pasar membeli beras
kepada Wati. Uang Budi 10 ribu. Harga beras 8 ribu. Berapakah uang kembalian
yang diterima Budi dari Wati? Pertanyaan ini sebenarnya tidak perlu. Jarang
soal begini akan dipakai dalam kehidupan kita. Yang kita perlu adalah soal yang
memang kita jalani di kehidupan kita.
Mungkin seharusnya
soalnya, Budi ke pasar membeli beras dan ketemu Wati. Budi PDKT dengan Wati selama
3 bulan. Dan mereka jadian hanya 1 bulan. Berapa waktu yang dibutuhkan Budi
untuk move on? Nah pertanyaan ini yang tidak pernah diajarkan ke kita dulu.
Makanya susah manusia untuk melupakan. Tidak ada di sekolah atau kuliah mata pelajaran
Dasar-Dasar Ilmu gombal atau Pengantar ilmu pdkt. Kita selalu diajarkan dengan
berpikir logika, tapi kurang diajarkan ilmu yang berlangsung dengan kehidupan
nyata.
Paragraf di atas
hanya intermezzo belaka, ilustrasi di atas hanya fiktif jika ada kesamaan unsur
tokoh hanya kebetulan semata. Lanjut ke topik, kita beralih ke pembahasan yang
lebih spesifik karena paragraf di atas sudah lari. Kenangan yang tidak
terlupakan mungkin sangat banyak. Setiap orang pasti memiliki kenangan.
Ketika itu saya TK
nol kecil tahun 1998 atau 1999 di sebuah desa kecil, saya lupa karena belum
tahu tahun kala itu. Ketika itu mengambil raport. Kemudian saya pulang dari
sekolah TK menuju rumah dengan berjalan kaki. Saya membawa raport dengan
menentengnya berjalan kaki sendiri ke rumah. Jarak dari TK ke rumah sekitar 5-8
menit, saya juga lupa karena kala itu saya belum tahu cara membaca jam. Mungkin
dapat kita bayangkan seorang anak kecil, berjalan sendiri dan membawa raport
dengan berjalan mengahadap bawah terus. Ketika di tengah jalan ada seorang
bapak-bapak duduk di depan rumahnya. Lalu saya ditanya, apa itu. Saya jawab ini
raport. Kemudian bapak itu membuka raport saya dan melihat isinya. Kemudian
ditutupnya dan diberikan ke saya dan dia berkata bagus nilainya, rajin-rajin
belajar ya. Kemudian saya lanjut berjalan kaki menuju rumah. (percakapan kami
dalam bahasa Jawa, ya bahasa sehari-hari di desa kami bahasa Jawa. Dalam narasi
di atas lebih kurangnya saya terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia). Yang saya
ingat adalah kisah saya yang masih kecil dan polos berjalan kaki membawa raport
dan ada seorang bapak-bapak menanyai raport saya itu sebuah plot yang tak
memiliki arti namun bermakna bagi saya.
Kemudian masih
di sebuah desa yang sama, ketika itu hari raya idul fitri atau sering kita
sebut liburan, bukan itu tapi lebih tepatnya lebaran. Ketika malam hari saya
bersama kakak dan abang saya berjalan disebuah jalan yang sangat gelap tidak
ada lampu. Kanan dan kiri sebuah ladang semak-semak dan pepohonan. Ketika sudah
di tengah kami berjalan, berpapasanlah kami dengan sebuah sosok yang saya tidak
lihat karena gelap. Yang terlihat hanya sebuah api rokok yang merah dan suara tongkat
yang berjalan. Ya kami berpapasan di jalan yang gelap itu dengan rasa takut dan
melambat. Saya tidak melihat orangnya dan saya merasa itu seorang kakek atau
nenek yang berjalan namun tak terlihat karena keadaannya gelap. Kemudian setelah
kami berpapasan kami lari menuju ujung jalan persimpangan yang terang.
Satu kenangan lagi
mungkin yang sudah usang namun masih menempel sedikit di pikiran saya. Ketika
itu sedang hujan pada siang menuju sore hari. Hari itu saya akan berangkat
mengaji ke masjid yang jaraknya sekitar 300 meter dari rumah. Saya menunggu
hujan reda, hingga saat itu hujannya reda dan hanya gerimis sedikit. Kemudian
saya berangkat mengaji menuju masjid dengan menaiki sepeda. Sebuah desa kecil yang
jalannya tanah, tidak aspal. Di tengah perjalanan ada sebuah tanjakan sedikit,
karena jalannya tergenang air saya melintas jalannya dengan tenang. Karena
licin dan melintasi kayu di dalam genangan yang tidak terlihat jadinya saya
jatuh dan baju saya basah. Kemudian saya pulang ke rumah.
Sampai di rumah
saya ganti baju kemudian berangkat lagi ke masjid dengan naik sepeda lagi. Saya
berjalan perlahan di jalan yang saya lewati tadi dan selamat. Ketika sampai
depan masjid, ketika mau belok kiri ke gerbang masjid, jalannya becek dan licin
terlihat banyak lumut berwarna hijau. Ketika saya belok kiri akhirnya saya
terjatuh dan baju saya kotor dan basah lagi. Akhirnya saya pulang ke rumah
lagi. Sesampai di rumah saya mau berganti baju lagi untuk pergi masjid lagi.
Karena saya terjatuh terus dan baju saya kotor lagi, ibu saya menagatakan tidak
usah ke pergi lagi. Sehabis hujan jalan memang licin, jadi besok aja pergi
ngaji. Tapi saya tetap berusaha untuk pergi mengaji. (Inilah semangat menuntut
ilmu). Pesan ibu saya ketika nanti sekali lagi pergi ini jatuh dan bajunya
kotor lagi maka saya tidak usah pergi lagi hari ini, besok masih bisa lagi.
Akhirnya saya pergi mengaji dengan jalan kaki. Sesampai di depan masjid di
gerbang dekat saya jatuh tadi, saya hampir terpelesat dan sedikit basah celana
saya. Namun setelah itu, guru mengaji melihat saya dan menyuruh saya langsung
masuk saja, tidak apa-apa basah sedikit. Mungkin ini hal lucu dan inspiratif
bagi saya, seberjuang itu dulu ketika saya kecil mengotot untuk belajar.
Walaupun sekarang tidak semengotot itu dan banyak tidurnya.
Kenangan itu terkadang manis untuk diingat tapi beberapa
pahit untuk diulang. Tentunya setiap orang punya kenangan sebanyak jumlah detak
jantung selama ia hidup. Tentunya kembali ke awal, kenangan itu tidak perlu
diingat atau dilupakan. Secara alami akan tergores di ingatan kita. Semakin
mengingat maka kita akan lupa. Dan semakin kita melupakan maka akan semakin
ingat. Yang pasti mari menjadikan kenangan menjadi sebuah pelajaran dan guru
dalam hidup untuk melangkah dan melompat agar hidup lebih baik.